Tuesday, 4 October 2011

Kecenderungan Manusia Terhadap Harta

Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sekiranya manusia memiliki satu bukit berupa emas, maka ia menginginkan untuk memiliki dua bukit (emas). Dan tidak akan ada yang dapat memenuhi keinginan manusia kecuali tanah (setelah manusia dikubur). Dan Allah akan mengampuni siapa saja yang bertaubat kepadanya.” (HR Bukhari).

Terdapat beberapa ibrah dan hikmah yang dapat dipetik dari hadis ini. Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bahwa manusia secara ‘fitrah’ memiliki kecenderungan terhadap harta. Setiap manusia menginginkan menjadi orang yang banyak hartanya. Dan tidak ada seorang pun yang tidak menginginkan harta. Dalam Al Qur’an Allah SWT berfirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: ‘wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)’.” (QS Ali Imran (3): 14)

2. Namun dalam hadis di atas juga digambarkan bahwa keinginan manusia itu tidak memiliki batas. Jika ia telah memiliki emas satu gunung, maka ia menginginkan dua gunung emas. Jika ia telah memiliki dua gunung emas, maka ia ingin memiliki tiga gunung emas. Dan begitu seterusnya. Sifat manusia seperti inilah yang dicela oleh Allah SWT.

Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan salat.” (QS Al-Maarij (70): 19–22)

3. Sebagai Muslim yang baik, seharusnya kita dapat mengatur keinginan duniawi kita menjadi hal yang positif yang dapat mengantarkan kita pada keridhaan Allah SWT. Karena pada hakikatnya, seorang Muslim yang baik adalah yang dapat mengubah ‘kerja duniawi’ menjadi bermanfaat untuk ‘ukhrawi’-nya. Artinya ia bisa menjadikan orientasi ‘kasbul ma’isyah’ nya (baca: pekerjaannya) sebagai sarana untuk kebahagiaan akhirat.

Dalam sebuah hadis, dari Abu Said Al-Khudri RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Seorang pebisnis yang jujur lagi amanah, maka ia kelak akan bersama para nabi, shiddiqin dan orang-orang yang mati syahid.” (HR Turmudzi)

4. Oleh karenanya kita tidak boleh terlalu ambisius terhadap dunia yang kemudian menjadikan kita lupa akhirat. Namun jangan pula terlalu semangat terhadap akhirat yang menjadikan kita lupa terhadap kehidupan dunia. Namun semuanya harus berjalan seimbang (tawazun), seperti dua sayap burung yang mengantarkannya terbang menggapai keridhaan Allah SWT. Wallahu a’lam bis shawab.

No comments:

Post a Comment